Jangan Panggil Mereka "Orang Gila"

Gila, menurut beberapa sumber dikatakan ketika seseorang sudah tidak mengenal dirinya dan hidup dalam dunianya sendiri. Kita sering melihat orang yang dikatakan gila berkeliaran dan bertamasya dipinggiran jalan, yang kabarnya jumlah mereka sekarang semakin bertambah dengan berbagai sebab.

Namun, ada yang aneh dengan kegilaan sekarang, melihat orang tertawa sendiri, memakai baju lusuh, rambut panjang tak beraturan, dengan cepat kita menyimpulkan kalau orang tersebut sudah gila. Padahal gelar “gila” tidak bisa diberikan kepada orang lain dengan mudah, karena bisa saja dia tidak suka, marah atau bahkan akan menuntut anda. Lagipula pemberian gelar “gila” itu hanya sebatas kepada mereka yang menurut kita berpenampilan seperti orang gila bukan karena hal-hal gila yang sudah mereka lakukan.

Lihat saja, sekelompok orang yang dengan leluasa mencuri uang Negara yang berasal dari rakyat. Hasil perbuatan mereka menyebabkan kerugian besar, masyarakat kecil semakin miskin, pembangunan terlantar dan hutang Negara semakin besar. Tapi mereka tidak dipanggil “orang gila”, mereka hanya disebut Koruptor atau bahkan dengan lembut mengaku diri mereka dengan “si pemanfaat keadaan dengan baik”.

Selanjutnya, sekumpulan wakil-wakil rakyat di dalam gedung ber AC sementara di luar masyarakat tinggal dirumah gubuk. Ditengah keadaan ekonomi semakin buruk, kemiskinan terus meningkat (tapi menurut mereka semakin menurun), tanpa dosa mereka mengeluarkan ide untuk pembangunan gedung baru yang lebih mewah dengan fasilitas sauna dan kolam renang (mungkin juga ada tempat karaoke dan diskotik didalamnya). Sayangnya mereka juga tidak mendapat gelar “gila” karena mereka bisa membuat semua terlihat wajar, kolam renang untuk antisipasi kebakaran, hah… siapa yang mau percaya? Tapi bisa saja kebakaran karena terlalu lama sauna.

Lihat juga, mereka yang tanpa merasa bersalah menyebarkan video dan foto mesum yang kemudian bisa dilihat orang dengan segala umur tanpa kecuali anak-anak dan remaja. Anehnya tokoh video dan foto itu adalah orang yang harusnya jadi panutan sebut saja bupati, anggota DPR dan selebritis (masih ragu mau jadi panutan apa). Mereka juga tidak disebut “gila” tapi hanya sebatas sebagai pencari sensasi atau juga korban fitnah, sekali lagi mereka bukan “orang gila”.

Kemudian ada juga beberapa orang dengan menggunakan senjata melakukan pencurian, pembunuhan. Dilanjutkan dengan orang tua yang tega membuang atau menjual anak kandungnya. Orang-orang seperti itu juga tidak dipanggil “gila”, mereka hanya dijuluki teroris atau pelaku kriminal.

Kalau di Aceh, kita bisa melihat orang-orang dengan santai duduk diwarung kopi yang sudah menjamur jumlahnya. Beberapa diantara orang tersebut bisa menghabiskan waktu seharian di sana, ada juga yang dalam satu hari bisa 3 kali bolak balik Cuma untuk minum kopi. Bahkan ada juga dengan masih berpakaian dinas duduk santai padahal masih jam kantor. Lucunya mereka juga tidak mendapat cap “orang gila”, yah.. mereka hanya penikmat kopi atau orang yang ingin bersantai, menghabiskan waktu dengan minum kopi.

Jadi, apa yang salah dengan “orang gila” dipinggir jalan itu? Mereka tidak mengganggu, tidak merugikan siapapun, tidak membunuh. Mereka juga cenderung orang yang bisa memanfaatkan dengan terus berjalan melihat dunia dengan cara mereka sendiri bukan dengan duduk diwarung kopi dan menceritakan keburukan orang lain.

Lalu, masihkah kita menjuluki mereka “orang gila” hanya karena penampilan yang tidak sesuai menurut kita? Jangan panggil mereka “gila” jika ternyata banyak kegilaan yang lebih gila yang dilakukan orang-orang berdasi dan berpakaian rapi.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fadel Partner Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template