Jangan Sampai Alasan Menjadi Atasan

Dalam sebuah acara bedah buku "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata, seorang pengunjung bertanya. Apakah untuk sukses itu harus merasakan miskin terlebih dahulu? Mungkin bagi Anda yang sudah pernah membaca novel best-seller tersebut, akan merasakan betapa hidup serba kekurangan dan keterbatasan yang dihadapi oleh sang penulis bersama anak-anak Laskar Pelangi yang lain. Namun, nyatanya, Andrea Hirata berhasil bertahan dalam kondisi tidak menyenangkan tersebut, lalu sukses sebagai penulis fiksi terkenal hingga saat ini. Selain itu, dia berhasil ke Perancis dan berkeliling Eropa sampai ke Afrika sesuai dengan impiannya. Dia berhasil mewujudkan impian besarnya!

Lalu, apa jawab Andrea Hirata dengan pertanyaan itu? Dia menjawab dengan cukup bijak, "Kalau saya terlahir menjadi orang kaya, maka saya akan lebih bisa meraih impian yang lebih tinggi lagi." Dalam arti yang lain, kalau orang itu berada dalam kondisi yang mapan dan berada, maka dia akan memiliki fasilitas-fasilitas yang bisa membuatnya meraih keinginannya. Dalam kondisi miskin saja bisa, apalagi kalau kaya! Jadi segala keadaan bukan menjadi masalah. Muncul berbagai alasan yang menghambat, tetap menjalankan tekad. Sungguh luar biasa!

Nah, seringkali kita mendasarkan hidup pada alasan-alasan yang kita buat sendiri. Mau menjadi penulis misalnya. Harus menunggu dahulu ide. Harus menanti dahulu komputer. Sudah punya komputer, masih tidak nyaman. Inginnya memiliki laptop. Akhirnya, malah dia tidak jadi menulis. Dia tidak melahirkan karya satu tulisan pun. Mengapa begitu? Karena alasan yang lebih didahulukan. Bahkan alasan-alasan itu dijadikan "atasan". Artinya, kalau dijadikan atasan, maka alasan akan lebih diutamakan. Akan ditaati. Akan dipatuhi. Persis kalau kita memiliki atasan berwujud orang.

Kita memang dilengkapi dengan akal pikiran yang sangat luar biasa, pemberian Tuhan Yang Mahakuasa. Pikiran bisa kita gunakan sesuai keinginan. Mau berpikir positif atau negatif, itu terserah kepada kita. Nah, yang menjadi masalah adalah ketika kita selalu berpikir untuk mencari alasan dari setiap usaha yang akan kita lakukan. Mau mendaftar perguruan tinggi negeri, tidak jadi dilakukan. Alasannya, saingannya banyak. Kemampuan kita terbatas. Bahkan ada ketakutan nanti kalau sudah kuliah, biayanya akan mahal. Padahal masalah biaya adalah masalah kecil selama kita pintar. Bukankah ditawarkan banyak beasiswa?

Lalu dalam hal mencari pekerjaan. Kita sudah mendasarkan diri pada alasan banyaknya orang yang mendaftar. Kita takut akan tersingkir nantinya. Akhirnya, belum memasukkan formulir saja, kita sudah mundur. Apakah kita tidak percaya mengenai kekuatan peluang? Padahal di dunia ini selalu ada peluang, baik berhasil maupun gagal. Kalau kita sudah mundur, bukankah kita telah gagal sebelum gagal? Kalah sebelum bertanding? Lalu di mana harga diri kita sebagai makhluk yang paling sempurna di dunia ini?

Alasan memang bisa kita cari dan kita pikirkan. Jika orangnya negatif, maka tentu saja, alasan-alasan yang ada di pikirannya juga negatif. Akan tetapi, beda halnya dengan orang yang positif dan orang yang luar biasa. Alasan yang dikemukakan adalah alasan yang dahsyat, membangun dan berorientasi sukses. Misalnya, jika dia harus sukses di dunia ini dengan alasan: umur manusia itu pendek, semakin sukses di usia muda semakin baik, ingin membuktikan diri bahwa dia bisa benar-benar berhasil, ingin mengangkat derajat diri dan keluarga dan karena memang sudah diberikan bekal untuk sukses dari Tuhan Yang Maha Berkehendak. Jadi, dia tetap berjalan juga dengan alasan. Hanya, alasan-alasannya tidak sebagaimana orang negatif.

Bahkan, kalau orang yang lebih luar biasa lagi, dia tidak perlu mencari alasan, baik positif maupun negatif. Pokoknya, yang ada dalam pikirannya adalah dia harus sukses, dia harus sukses, dia harus sukses! Sebab, dia memang terlahir ke dunia ini untuk menjadi orang yang sukses luar biasa! Salam sukses luar biasa!

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fadel Partner Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template