Percakapan Gelas "Beungoeh Nyoe"

ini hirup terakhir dari segelas kopi bagimu pagi ini, setelah itu kau boleh
meninggalkan kehangatannya. juga segala yang telah menemani sejak subuh:
karena kau tak bisa mengingatnya lagi. "apa yang bernama silam, kalau bukan
untuk dilupakan?" kata gelas. itu sebabnya, gelas-gelas itu tak pernah ingin
ditandai. begitupulakah meja dan kursi yang telah mencatat percintaan
sepasang manusia, tak ingin menjadi saksi?

ia akan diam. tak hendak menjadi bagian...

jika pagi lain kau kembali menghirup kopi itu, juga dengan gelas yang
kau pakai subuh tadi. kau tak akan tahu di gelas itu telah menempel
beribu--mungkin sejuta--bibir, dan berlipstik atau aroma bacin. tapi, bibir
gelas itu tak pula akan cerita padamu. apa yang bernama hikayat akan
selalu jadi dongeng, kaba, atau cerita-cerita pengantar tidur. lalu
dilupakan, lalu didongengkan lagi. lalu...

kau pun tak tahu di bibir gelas itu ada lipstik siti nurbaya, bau nikotin datuk maringgih
atau airmata syamsul bachri. ya! mungkin bibirku. sisa kecupanmu pada senja yang
hujan. setelah itu kau lupa? kau mencari gelas lain, mengisinya
dengan kopi paling nikmat. seracik ganja. sebungkus rokok kesukaanmu selalu akan
membawamu ke lekuk-lekuk waktu. "hidup hanya untuk jadi batu?" tanya gelas itu

lalu tangan-tangan itu membikin nama. setelah rahim para perempuan memeram
dan menyuburkan dengan hitungan cinta. lafaz suci dan musik klasik ikut
membesarkan. "jadilah gelas, jadilah cawan, jadilah...." katamu. bibir itu, sepahit
empedu, menulis kata-kata itu di dinding gelas lalu bibirmu menandai pula

ini sehirup terakhir dari segelas kopi bagimu pagi ini, setelah itu kau boleh
meninggalkan kehangatannya. kau boleh melupakannya. tak ada kehangatan
untuk tidak menjadi silam...

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fadel Partner Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template