Media Cetak vs Media Online, Perang atau Alternatif?

Tiba-tiba dalam lima tahun terakhir ini industri surat kabar nasional memasuki babak baru. Koran-koran besar mulai serius mengelola versi Internet atau disebut pula e-paper.

Sebenarnya, onlinenisasi berita koran sudah terjadi sejak lama, yakni hampir semua surat kabar memiliki website yang di dalamnya juga memuat edisi cetaknya. Namun, selama ini format tampilan yang digunakan di Internet sama sekali berbeda dari edisi cetaknya, yaitu hanya berupa teks dan sesekali disertai foto. E-paper menampilkan layout yang sama persis dengan edisi cetak di depan layar computer.

Diketahui bahwa salah satu latar belakang peluncuran e-paper pada mulanya karena website koran-koran itu ternyata dari total pembacanya, sepertiga diantaranya berada di luar negeri. Padahal edisi cetak tidak sampai tersebar ke luar negeri. Oleh karena itulah dalam website koran-koran besar seperti Kompas, Media Indonesia, Republika, Bisnis Indonesia dan Tempo  Koran mulai disisipkan e-paper atau edisi cetak yang dionlinekan.

Ada beberapa fasilitas tambahan yang diselipkan pada e-paper. Lihat koran Tempo di e-paper-nya, mereka memberikan fasilitas suara yang bisa membaca isi artikel sayangnya, pengisi suara dalam konten itu dialeknya masih sangat bule, jadi seperti mendengar aktris sinetron Cinta Laura sedang membaca berita. Adapula fasilitas download, cetak, dan kirim e-mail, serta add to my clipping.

Website, Edisi Online, e-paper dan Koran Digital

Sebenarnya apa beda website, edisi online, e-paper dan koran digital? Atau adalagi yang menyebut portal berita?

Mari kita urai satu persatu.

Website adalah interface yang sudah kita kenal sejak internet tumbuh tahun 80an. Kadang disebut juga homepage. Pada awalnya hanya sekedar halaman biasa memperkenalkan sebuah institusi, organisasi dan bisnis. Tapi kemudian berkembang menjadi wahana untuk memperkenalkan pribadi. Jadi web pribadi.

Lalu ada Edisi Online, ini adalah website perusahaan pers (koran, majalah, radio dan TV) yang kemudian dikembangkan menjadi media alternatif. Jika pada media mainstream (koran, TV, radio dan majalah) beritanya terlambat maka pada edisi onlinenya bisa dipercepat. Sebuah kecelakaan pesawat terbang bisa diikuti dari awal sampai akhir di situs www.kompas.com misalnya. Sedang di edisi cetaknya pasti baru besoknya kita bisa membaca. Tadi ada kecemasan manajemen media mainstream terutama koran untuk mengupdate setiap berita edisi online mereka karena bisa membuat orang tak perlu baca koran lagi. Tapi kemudian hampir semua koran menyimpulkan bahwa berita di edisi cetak harus yang lebih mendalam dan merupakan saripati, sedang yang detailnya ada di edisi online. Antara edisi cetak dan edisi online saling memberi petunjuk.

Sedangkan jenis lainnya yakni e-paper adalah upaya media cetak untuk menampilkan semua isi edisi cetak mereka dalam bentuk WYSWYG (what you see what you get) atau dengan tampilan persis seperti edisi cetak mereka. Yang beda wahananya saja, edisi cetak menggunakan kertas sedang e-paper menggunakan internet.

Sementara yang menyeruak diantara keriuhrendahan media di internet itu adalah koran online. Koran online adalah media yang tidak dikelola oleh perusahaan pers penerbit koran, TV dan radio. Jadi semata mengelola media online itu saja. Kadang disebut koran online, kadang disebut koran digital. Jadi ini pada hakikatnya adalah koran biasa tetapi wahananya tidak menggunakan kertas. Bedanya dengan e-paper adalah pada update beritanya. E-paper tidak diupdate kaqrna hanya merupakan bentuk lain dari koran cetaknya, sedangkan koran digital adalah koran di internet yang beritanya diupdate setiap jam. Bahkan koran digital seperti detik.com diupdate setiap 15 menit.

Pada sebagian koran digital itu ada yang menyebut diri portal berita. Portal adalah situs di internet yang menyediakan segala macam layanan informasi dan jasa. Jadi tidak semata berita. Detik.com sudah bisa disebut portal karena kita tidak hanya disuguhi berita terbaru, tapi ada konsultansi, jual beli online, video, radio, buku dan fasilitas untuk chatting.

Peluang dan Tantangan Koran Online

Ada memang kekhawatiran pengelola media cetak akan diancam atas kehadiran media online. Media cetak Amerika sudah berjatuhan bangkrut karena kalah dengan media elektronik yaitu televisi dan internet (media online).

Koran besar seperti Chicago Tribune sekarang gulung tikar dan memutuskan hanya menerbitkan versi onlinenya, bahkan seniornya yang sudah berumur 176 tahun, Post-intelligencer juga mengikuti langkah Tribune. Survei membuktikan 40% warga Amerika berusia dibawah 30 tahun menggunakan reverensi internet (media online) untuk mendapatkan berita nasional dan internasional.

Ancaman itu tidak hanya dari media online, tetapi dari apa yang disebut blogger. Blogger dimulai dari catatan harian pribadi seseorang di internet. Tapi kemudian ternyata mewabah ke seluruh dunia dengan bentuk yang lebih modern. Orang bisa bikin berita sendiri, menyunting sendiri dan menyiarkan sendiri. Blog-blog yang ada di internet banyak juga yang akhirnya menjadi komersial, mereka yang memiliki ranking tinggi dilirik oleh pemasang iklan.

Bagaimana di Indonesia?

Hingga saat ini Indonesia masih didominasi oleh media online yang diinduk dari media tradisional seperti kompas.com, tempointeraktif.co.id, metrotvnews.com dan sebagainya. Sedangkan yang betul-betul berdiri sendiri adalah detik.com. Dulu ada kopitime.com, satunet.com, ekuatoronline.com dan sebagainya namun satu persatu yang tidak dikelola dengan manajemen baik akhirnya rontok.

Menurut saya, apa yang terjadi di Amerika dalam waktu yang relatif masih panjang belum akan terjadi di Indonesia. Artinya media cetak belum akan terlalu terancam oplagnya. Tetapi bahwa kecenderungan publik makin dekat ke era digital tak dapat kita hindari.

Tanyalah anak-anak muda kita, berapa diantara mereka yang masih baca koran untuk mendapatkan informasi? Mereka tetap butuh informasi tapi mereka peroleh lewat internet atau lewat ponsel. Ponsel adalah wahana lain yang mulai menambah ramainya berita versi online.

Hal lain yang membuat saya yakin bahwa ancaman itu belum akan datang dengan cepat terhadap media cetak adalah penggunaan internet belum lagi menyeluruh ke semua wilayah. Internet masih dirasakan mahal oleh masyarakat pedesaan. Dengan demikian, koran masih berpeluang masuk ke pedesaan.

Sementara itu jumlah media online belum tumbuh pesat di Indonesia. Banyak masalah yang menghambat. Pertama keterbatasan infrastruktur seperti jaringan yang tidak merata kualitasnya. Kalaupun sudah ada jaringan, maka muncul masalah pada SDM. Meskipun wahananya berganti dari kertas ke internet, tetapi mekanisme dan sistem penulisan beritanya tetap saja dengan akar jurnalisme. Praktis, media online masih menggunakan SDM yang berasal dari koran, majalah, radio dan TV. Padahal belum seluruhnya SDM pers yang melek IT. Mereka terpaksa diupgrade dulu menjadi wartawan yang melek IT. Belum lagi SDM yang duduk di bagian editor (istilah media onlinenya adalah content editor) haruslah mereka yang jauh lebih paham internet dan komputer dibanding para wartawan di lapangan.

Sedangkan kalau merekrut tenaga baru, terpaksa harus dilakukan dulu pendidikan jurnalistik yang intensif karena bekerja sebagai wartawan media mainstream dengan bekerja sebagai media online sangat berbeda. Faktor kebiasaan berleha-leha tidak bisa dipakai di media online. Detik itu terjadi kecelakaan, detik itu juga mesti disiarkan oleh media online. []

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fadel Partner Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template