Tolak independen, DPRA diminta 'bubar'

Eddy Syahputra | Juru Bicara Aldec
LANGSA - Menyusul penolakan calon Independen yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) lewat sidang paripurna tersebut, kini mengundang reaksi keras dari segenap elemen sipil di sana. Tak tanggung-tanggung, bahkan mereka meminta lembaga terhormat itu ‘bubar’ sedianya diisi dengan orang-orang yang mengerti hukum, bukan sebagai pihak yang haus kekuasaan dan emosional.

“Aneh bin ajaib penolakan putusan MK tentang calon perseorangan dilakukan lewat sidang paripurna dewan secara sepihak, dengan menggunakan kekuatan fisik lewat pressure massa yang sengaja dikonsentrasikan kemarin,” seru Ketua Kaukus Pemuda Pantai Timur, T. Faisal.

Keputusan dan jalan berpikir anggota DPRA yang mayoritas dari Partai Aceh itu dinilai terlalu mengada-ngada dan tanpa mengacu pada landasan hukum positif. Calon perseorangan adalah sesuatu yang mutlak, kecuali MK kembali mencabut putusannya. “Seyogyanya dilakukan penolakan itu di MK (Mahkamah Konstitusi—red), bukan di dalam kandangnya gedung dewan, karena itu adalah keputusan politik dalam memenuhi hajatan kekuasaan kelompoknya,” tambah T. Faisal lagi.

Mantan aktivis HMI ini menilai hasil voting Raqan penolakan calon Independen itu tidak boleh diundangkan dan dimasukkan ke dalam lembaran daerah karena bertolak belakang dengan UUPA tahun 2006. “UUPA itu merupakan harga mati dan mutlak untuk dijadikan sandaran hukum positif dalam kaitan ini tentang calon perseorangan terakomodir di dalamnya menyusul putusan MK sekaitan revisi Pasal 256 UUPA tahun 2006 tersebut,” tegasnya seraya menambahkan, langkah dewan beserta pengikutnya itu menyalahi peraturan-perundangan.

Reaksi hampir senada juga datang dari praktisi hukum yang dijumpai Waspada secara terpisah di Langsa, Rabu. “Saya melihat DPRA ini sudah salah kaprah, dengan menolak calon perseorangan tersebut adalah sesuatu yang sangat keliru, dan ini kebodohan,” ucap Sukri Asma yang concern dengan hukum ketatanegaraan dan politik.

Putusan DPRA tentang penolakan calon perseorangan pada Pemilukada 2001 ini diakuinya sangat mengejutkan. “Tapi, sayangnya ini ibarat anjing menggonggong kafilah berlalu,” katanya dengan nada menekan. Sukri mengatakan, PA perlu ingat bahwa masyarakat tidak bodoh untuk memahami langkah dan jalannya pikiran para legislatif ini yang seyogyanya membawa aspirasi rakyat, bukan malah mempertontonkan kebodohan atas kepongahan dalam melanggengkan kekuasaan.

“Pemilukada itu kan domain KIP selaku penyelenggara dan Kepala Daerah mulai dari gubernur, bupati dan walikota sebagai penanggungjawab. Jadi DPRA tidak punya urusan atau kewenangan untuk menanganinya secara teknis,” tegas Sukri Asma seraya menambahkan, sikap dewan tersebut sangat disayangkan dan sepertinya para anggota DPRA bukan wakil masyarakat, melainkan wakil kelompok tertentu yang gemar mengacaukan perdamaian Aceh.

Begitupun semua pihak berharap agar Pemilukada yang telah dicanangkan KIP Aceh tetap berlangsung pada 14 November 2011. Kepada KIP diharapkan bekerja sungguh-sungguh, tanpa terpengaruh dengan anasir-anasir dan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. "KIP wajib disupport secara penuh agar Pemilukada 2011 berjalan sesuai agenda dan siklus lima tahunan," kata Juru Bicara Aldec, Eddy Syahputra di Banda Aceh, kemarin.

waspada online

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fadel Partner Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template