Hasballah M Saad In Memories

HARI masih pagi ketika saya ditelepon seorang teman. "Bang, abang di undang ketemu Pak Hasballah." Karena yang mengundang seorang yang saya kenal dan memiliki kepedulian terhadap Aceh saya merasa tidak harus bertanya lagi soal keperluan dan dalam konteks apa saya di undang. Saya langsung mengiyakan dan segera meluncur ke lokasi yang dimaksud. Dengan motor saya menelusuri jalan-jalan di Jakarta dan tidak butuh waktu terlalu lama saya pun tiba.

Di motor saya sempat berdialog kira-kira apa yang akan dibicarakan yang saya yakin pasti seputar masalah Aceh khususnya terkait tsunami khususnya lagi soal rehabilitasi dan rekontruksi Aceh. Sebelumnya saya juga kerap berjumpa dengan beliau dalam kaitannya dengan konflik Aceh khususnya dalam kapasitas beliau sebagai salah seorang anggota board di TIFA, sebuah lembaga yang memiliki perhatian dan memberi dukungan terhadap program-program perdamaian di Aceh.

"Silahkan, sudah ditunggu." Di ruangan saya melihat beberapa orang Aceh yang saya kenal dari wajah dan bahasa percakapan mereka. Saya langsung mengambil tempat duduk untuk mengikuti rapat bersama.

"Risman, kamu cocok untuk menjadi koordinator Aceh Wacth." Ini kalimat yang paling jelas saya dengar. Selebihnya saya justru melalangbuana pada pikiran sendiri sehingga tidak fokus lagi pada apa yang disampaikan. Pertanyaan pertama yang muncul dibenak saya adalah apakah saya bisa dan mampu dan jika saya menyatakan kesediaan apa bayangan kerja yang akan saya lakukan terkait agenda pengawasan rehabilitasi dan rekontruksi Aceh. "Rasanya, saya tidak mungkin sanggup menerima amanah ini," bisik hati saya.

Sebelum menyampaikan keberatan saya kembali mencoba meraba kira-kira apa pandangan seorang Hasballah M Saad terkait agenda pembangunan Aceh kembali. Dari sejumlah pertemuan informal dengan beliau dan dari apa yang pernah disampaikan saya menduga bahwa beliau menginginkan agar agenda pembangunan Aceh paska tsunami tidak melulu diletakkan pada pembangunan fisik saja. Menurutnya, orang Aceh tidak bisa hidup tenang manakala pembangunan budaya diabaikan. Menurut mantan Menteri HAM itu Aceh butuh pandangan baru dalam pembangunannya yakni pada pembangunan karakter. Karena itu sangat penting memberi kesempatan kepada rakyat Aceh untuk mencapai kehidupan yang lebih beradab, respek terhadap sesama manusia, dan berpegang pada akar tradisi dan nilai-nilai kebudayaan menuju kehidupan modern.

"Ini tugas berat." Begitu bisik hati saya dan atas dasar itu saya tidak menerima amanah itu.

***

Saya tidak tahu siapa yang salah.Tapi, satu tahun kemudian saya justru berkerja di Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) di bidang yang dulu saya anggap berat, yakni bidang kerja budaya. Akhirnya, saya yang dulu diminta untuk mengkoordinir kerja-kerja pengawasan terhadap kerja rehabilitasi dan rekontruksi Aceh agar berjalan di atas perspektif kebudayaan justru menjadi sasaran kritik beliau melalui The Aceh Cultural Institute atau Institut Kebudayaan Aceh yang didirikan akibat prihatin atas desain pembangunan yang berorientasi pada pembangunan fisik. Menurut Hasballah inilah kealfaan BRR yang perlu diingatkan, diluruskan dan ikut dibantu dengan melibatkan berbagai komponen. Dari ACI lah ia kemudian melakukan ragam kegiatan kebudayaan, yang salah satunya adalah menerbitkan buku cerita rakyat yang oleh tsunami sudah banyak hilang, termasuk hilangnya orang-orang yang mampu mampu bercerita melalui hikayat.

Pagi kemarin, ketika saya membuka hp sejumlah informasi tentang kepulangan sosok yang dulu dipanggil Pak Ballah terbaca. Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Kini, sosok yang peduli pada budaya itu sudah meninggal dunia, Selasa (23/8). Almarhum meninggal karena serangan jantung di Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi Barat, sekitar pukul 01.00 WIB di usia genap 63 tahun dan kabarnya akan disemayamkan di kampung halamannya di Gampong Lameu, Kota Bakti, Pidie, Aceh yang juga menjadi lokasi Universitas Jabal Ghafur dimana ia juga pernah menjabat sebagai rektor.

Selamat Jalan Menuju Gampong Abadi semoga Allah merahmati dengan menjadikannya sebagai salah satu penghuni surga. Amin

the atjeh post

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fadel Partner Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template