Seperti sudah tradisi global, malam pergantian tahun berlangsung meriah. Pesta kembang api, pasangan muda-mudi memenuhi tempat-tempat tertentu, bahkan hingga pesta minuman keras, menjadi hal yang lazim di kota-kota besar di dunia.
Ini tentu menjadi tabu bagi kita di Aceh. Ya, itu dulu. Tapi sekarang perayaan malam tahun baru di Aceh sudah layaknya di kota-kota besar lainnya, terutama di Banda Aceh.
Di ibukota provinsi, ribuan warga memadati taman-taman kota dan pusat keramaian, merayakan pergantian tahun baru dengan kembang api dan mercon. Perayaan pergantian tahun masehi di negeri syariat ini berlangsung jauh lebih meriah dari pergantian tahun hijriah. Ini tentu sebuah fenomena aneh dan agak bertolak belakang dengan citra dan berbagai sebutan formal daerah kita. Imbauan ulama agar tidak merayakan pergantian tahun baru Masehi seolah dianggap angin lalu.
Ya, sebenarnya bukan hal yang aneh-aneh amat. Kita semua pasti bisa menduga hal seperti ini akan terjadi. Ini buah kemunafikan kita semua, bukan mereka yang merayakan tahun baru saja. Mari becermin dan introspeksi diri. Bukan hanya menuding pelaku perayaan. Tapi mana tauladan pemimpin, tauladan orangtua, tauladan mereka yang mengeluarkan imbauan. Perilaku kita sehari-hari telah dilihat anak-anak dan generasi penerus kita.
Maka, bila kita cinta pada Aceh, benar-benar ikhlas dengan segala sebutan formalitas untuk Aceh, berilah tauladan. Bila kita telah memberi tauladan, tidak berlaku munafik secara pribadi, kelompok maupun mayoritas kepemimpinan, maka selayaknya kita boleh bertindak tegas, sangat tegas bahkan, untuk para penerus yang membangkang. Cobalah tanya hati nurani, telah mampukah kita mencegah kemungkaran, bila kemungkaran dalam diri kita yang seharusnya menjadi tauladan malah hanya sekadar sebutan semu saja?
Seharusnya apa yang telah terjadi bertahun tahun lalu, sejak awal berbagai formalitas ditancapkan pada daerah ini menjadi cermin dan terus dievaluasi. Tapi kenyataannya sama saja dengan daerah lain, yang seharusnya membuat kita semua malu. Sejak itu nyatanya semua berlalu tanpa introspeksi, tanpa mengubah kelakuan dan memberi tauladan dalam tindak tanduk dan kepatuhan pada hukum yang kita buat sendiri. Dan berbagai pelanggaran toh dilupakan atau terlupakan begitu saja, dari tahun ke tahun. Seperti kita melupakan kesalahan kita sendiri dengan begitu gampangnya.
Tanyalah hati nurani Anda, apa yang salah dengan semua ini. Himbaulah diri sendiri agar menjadi suri tauladan bagi anak-anak masa depan. Suri tauladan dalam keluarga dan masyarakat. Bila keluarga baik dan mengikuti tauladan di rumah dan di lingkungan, pasti semua akan berjalan sesuai imbauan kita.
Sekarang coba lihat dengan mata hati yang terbuka, siapa yang merayakan pergantian tahun baru Masehi itu? Siapa mereka? Anak-anak dan keluarga kita sendiri, bahkan pejabat kita, termasuk orang nomor satu di bumi syariat ini.
Kasihan bumi Aceh ini, bumi yang tidak lagi memiliki suri tauladan. Bila tidak juga berintrospeksi diri wahai para pemimpin, maka bersiaplah menerima perubahan yang lebih dahsyat dari generasi penerus kita. Kasihan...
0 komentar:
Posting Komentar